Pelajari Sejarah Musik Ini

Posted on: 03/01/2015, by :

 

Catatan:
Tulisan berikut merupakan sebuah surat terbuka yang ditulis kurator AJI di mailing list IndoJazz (Yahoo Groups) di tahun 2001. Surat ini merupakan sebuah tanggapan dan rangkuman dari berbagai komentar yang pada saat itu menjadi perdebatan dari beberapa anggota mailing list tersebut. Walau sudah berusia hampir 15 tahun, sekiranya inti tulisan ini masih layak dan dapat dijadikan sebagai bahan renungan dan pertimbangan pandangan masyarakat secara umumnya kepada jazz.

=====================

Pelajari Sejarah Musik Ini: Surat terbuka atas komentar berbagai rekan atas Jazz

Rekan-rekan IndoJazz yang saya hormati,

Terima kasih atas surat saudara Bunga, dan pertanyaan saudara atas
sikap saya dan pandangan saya atas hal ini. Dan untuk Denny Sakrie
dan yang lain, atas komentarnya dengan Sting. Berikut sedikit saja
tulisan saya, balasan atas e-mail saudara. Ini tidak spesifik kepada
Bung Bunga, atau Bung Denny, atau yang lain2, namun kepada semua yang
mau membaca tulisan saya ini. Kalau Anda baca kata “ANDA” atau “KITA”
dalam surat ini, tidak berarti ini Bung Bunga yang saya sebut. “ANDA”
dan “KITA” disini berarti KITA SEMUA.

Pandangan saya jelas, dan saya terakan berikut ini. Pokoknya sikap
saya berikut ini adalah “memperjelas” sikap saya ke Anda2 semua. Bagi
diri saya hitam adalah hitam, putih adalah putih, dan tidak ada yang
namanya abu-abu dalam kamus saya [ket: yang dimaksud oleh penulis di sini adalah
apa yang dia lihat sebagai jazz atau bukan jazz]. Harap dimaklumi dan disadari.
Sekali lagi, saya mempraktekkan hak saya untuk berpolemik,
memperjuangkan hak asasi dan berbicara atas musik yang kita cintai,
Jazz.

Kenny G. tidak memainkan musik yang disebut Jazz. Musik dia Pop/R&B,
yang terkadang difusikan beberapa “licks” yang dulunya dimainkan oleh
beberapa musisi Jazz, dan itu saja (inilah sebab mengapa banyak yang
mengira ini Jazz). Apakah “licks” itu? Itu adalah sebuah ide musik
asli (harmoni, melodi, atau ritme), yang timbul dari seseorang, dan
kemudian menjadi sebuah bahan patokan standard atau bahan tiruan dari
musisi2 lain.

Sebagai contoh? Line-line melodi Bebop dari Charlie Parker yang
banyak ditiru oleh musisi2 Jazz lain, dan bahkan musisi dari musik
lain? Contoh nyata? The “Byrds”, yang salah satu lagunya (maaf saya
lupa judulnya) adalah jelas2 nadanya datang dari “Now’s the Time”-
nya Charlie Parker ? Bagaimana dengan “Nine Inch Nails”, yang salah
satu lagunya, meminjam, secara terang-terangan, bass-line dari
lagunya Ramsey Lewis, “The ‘In’ Crowd”? Apakah dua contoh ini, “The
Byrds” dan “Nine Inch Nails” disebut sebagai Jazz?

Usia saya tidak terlalu tua, dan juga tidak terlalu muda. Ketika saya
tumbuh dewasa dan pertama mendengarkan Jazz, Kenny G. juga saya anggap
sebagai Jazz dan musisi Jazz. Saya ke Duta Suara atau toko musik
lain, saya masuk dan lihat kebagian Jazz, maka Kenny G. ada disana.
Siapa yang bisa membantah kalau begitu kalau itu bukan Jazz, apalagi
kalau kita masih tidak tahu apa2 soal Jazz dari pertamanya. Ini
kenyataan. Anda tidak percaya dengan diri saya diwaktu dulu,
pandangan saya akan Jazz beberapa tahun yang lalu, melihat Kenny G.
sebagai pemain Jazz?

Silahkan tanya ke rekan2 saya yang ada di tanah air, seperti Bung
Chico Hindarto misalnya, yang tahu saya sejak saya masih dibangku
SMP. Tanya oom Benny Likumahuwa, yang dulu sampai tertawa ketika saya
membicarakan Kenny G. melulu. Tanya dengan Bung Arief Setiadi, pemain
saxophone, yang dulu rumahnya di Tanah Abang sering saya jadikan
tempat mangkal, kalau madol alias membolos dari sekolah, dll (kalau
mau yang lain2 lagi, namanya akan saya berikan, japri ke Anda). Mereka
semua ada di tanah air, dan mereka saksinya. Tanya ke mereka bagaimana
saya dulu. Mereka tidak akan ada untungnya melindungi saya, jadi saya
rasa mereka akan berikan jawaban yang sejujur-jujurnya.

DAN SAYA TIDAK MALU UNTUK MENGAKUI BAHWA SAYA
MEMULAI BELAJAR SOPRANO SAXOPHONE DAN JAZZ ITU KARENA
TERPIKAT OLEH KENNY G. Mengapa saya tidak malu? Karena, sekali lagi,
ini kenyataan. Namun dengan jalannya waktu dan usia dan pengalaman,
saya belajar lebih banyak dan dari sinilah saya bisa berkata apa yang saya katakan.
Saya belajar dari pengalaman. Dan semakin banyakya pengalaman/ilmu atas Jazz ini
semakin saya tahu bahwa memang ini bukan Jazz. Saya bilang saya
belajar Soprano Sax karena KG, namun ini akan saya terakan juga. Saya
dewa-dewakan KG sebagai pemain soprano Jazz yang hebat dulu, tapi
setelah saya mendengar Wayne Shorter, Dave Liebman, dan Steve Lacy?
Jumpalitan, jungkir balik saya ini. Kenny G. sebagai dewa Jazz,
soprano sax? TIDAK LAGI!

Dan Anda katakan bagaimana Miles bisa dikatakan Dewa Jazz tapi Kenny
tidak? Saya tidak akan bilang ini salah atau benar. Namun ini yang
saya akan katakan. Miles Davis memiliki sumbangan yang nyata atas
Jazz, yang didasarkan oleh Jazz. Dan ini acuan yang saya berikan
kepada beliau atas hasil BELAJAR untuk saya sendiri, tidak
mempercayai omongan atau tulisan orang, dengan cara mempelajari musik-
musik beliau. Kalau Kenny G.? Jujur saja, kalau mau sistem main dia
atau musiknya, yang mestinya jadi raja alias dewa itu Grover
Washington, Jr., karena dia pelopor semua gerakan musik jenis ini.
Kenny G. jelas2 meniru dia, dan karena dia lebih populer tidak berarti
dia itu dewanya.

Coba diamati ini. Sekali lagi, belajar dari pengalaman dan raih
pengalaman. Tidak percaya, silahkan mulai belajar lagi. Tidak sukar
untuk melakukan hal ini, yang penting ada kemauan dan memang mau
meluangkan waktu untuk belajar dasar2 dari Jazz, supaya (bahasanya
OrBa) “tidak keblinger”.

Namun ketika saya mempelajari disiplin ini secara lebih mendalam,
sebagai seorang jurnalis, musisi, pengamat, dan walau hanya sebagai
seorang “afficionado” (harap dilihat e-mail saya sebelumnya untuk
pengertian kata ini), disadari oleh saya bahwa terlalu
banyak “kekurangan” dan “miskinnya” konsep dari Kenny G. untuk bisa
dimasukkan sebagai Jazz, apalagi dilabelkan sebagai Jazz. SEKALI LAGI
SAYA TEKANKAAN (ini sudah saya tulis berbagai kali dimilis ini). Jazz
itu sebuah disiplin dan sebagai sebuah disiplin memiliki nilai dasar
dan standard yang HARUS DIJADIKAN PATOKAN.

Dan ini tidak semata2 saya ajukan ke Kenny G. saja. Musisi seperti
Warren Hill, Dave Koz, Walter Beasley, Keiko Matsui, dll, dll, juga
termasuk dalam pandangan saya atas hal ini. Saya tidak pernah
mengkritik keberadaan mereka, apalagi kehidupan pribadi mereka.
Sekali lagi, itu bukan hak saya. Namun kalau mereka sudah bilang atau
masuk kesesuatu yang dinamakan Jazz, maka hak saya ada untuk bicara.
Dan saya mempraktek-kan hak saya disini, untuk mengajukan pernyataan
ketidak setujuan saya akan hal ini.

Saya tidak akan bilang Anda HARUS PERCAYA dengan apa yang saya
katakan, apalagi memaksakan pandangan saya ke Anda. Saya terakan agar
Anda baca dengan harapan Anda jadi kritis, dan mulai mau belajar
sejarah dan nilai dasar dari Jazz, agar jangan “keblinger”. Kalau
perlu belajar Jazz secara akademis. Sekolah2 ada, salah satunya milik
Bung Venche dan saudara Deviana, atau Bung Indra.

Jangan Anda ambil mentah2 pernyataan saya bahwa mereka tidak
memainkan Jazz, seperti Anda mengambil mentah2 propaganda para
perusahaan “non-seni Jazz” yang mau dapat uang dengan cara apapun,
dengan melabelkan segala sesuatu yang “bisa nih kita panggil Jazz,
karena gaya-gayanya kayak Jazz” sebagai Jazz, semata2 karena bisa
mendapatkan keuntungan lebih banyak. Atau upaya “keblinger” toko2
musik, yang tidak tahu mau taruh CD atau kaset itu dimana, jadi
semuanya ditaruh saja di bagian Jazz? Yang terakhir merupakan
kesalahan fatal yang saya sendiri alami, dan untung diri ini akhirnya
menjadi sadar bahwa ini keliru.

Saya selalu bilang Jazz mesti maju. Pertanyaan saya, kenapa yang
dimajukan adalah musik yang “SEOLAH-OLAH” atau “MENYE-OLAH-OLAHKAN”
dirinya adalah Jazz? Kenapa tidak “JAZZ” langsung yang dimajukan?
Dijual? Dipamerkan luas-luasan? Inilah petaka dunia bisnis
internasional alias gobal, yang tragisnya selalu diacukan ke Amerika
Serikat. Bahkan yang “keliru” pun dikira “benar”, dan malah menjadi
patokan.

Berseliweran e-mail2 dimilis ini soal AMI, dan bukankah banyak yang
bertanya soal ini? Banyak yang komentar soal bagaimana para juri
tidak “ahli” dalam menilai musik. Saya tidak mau bicara banyak
karena saya tidak kenal mayoritas dari mereka (kecuali mas Bens Leo,
yang dulu menjadi teman diskusi saya atas musik. Apa kabar mas? Lama
tidak bertemu. Semoga kau baik2 saja disana), dan saya rasa saya
tidak ada hak apalagi kemampuan untuk bicara atas hal ini. Namun ada
celetukan yang mengatakan bahwa yang menilai bukan ahli musik. Ini
hanya celetukan yang saya baca saja, tidak saya akui kebenarna atau
kesalahannya, dalam dialog soal AMI. Namun yang saya mau bicarakan
adalah konsep yang sama, bagaimana para produser dan perusahaan2
rekaman yang dijalankan oleh eksekutif2 muda, yang tidak mengerti
akan sesuatu malah sok mengerti akan semua ini.

Capitol salah satunya. Bukannya menggunakan produser serius Jazz,
malah pakai “anak ingusan” (seperti anak2 seumuran saya ini) yang
mengerti Jazz SEBAGAI SEBUAH DISIPLIN saja tidak, sebagai
Manager/produser kelas atasnya. Bagaimana dengan Bob Belden? kenapa
tidak pakai dia? Kenapa tidak pakai Mike Cuscuna? Kenapa tidak pakai
Branford Marsalis, yang untung punya untung sekarang kerja dengan
Sony-Columbia, dan semenjak ada dia, materi2 yang keluar menjadi
bagus-bagus.

Hal yang sama terjadi dengan Kenny G. Arista (label KG) itu dulu
salah satu cabangnya Atlantic, yang SENGAJA DIBUAT OLEH NESUHI dan
AHMET ERTEGUN, SEBAGAI TEMPAT DIPRODUSERINYA CABANG MUSIK2 YANG
TERPENGARUHI JAZZ, NAMUN BUKAN JAZZ, YANG LEBIH TEPAT DISEBUT
SEBAGAI POP, SOUL, R&B, dll. Atlantic/Arista yang sama, tempat kerja Joel
Dorn, produser MUSIK bermutu, tidak semata2 Jazz. Orang yang sama,
JD, yang keluar dari Atlantic karena dia mencak2 bilang Billy Joel
mestinya dikontrak oleh Atlantic, malah dicuekin sama eksekutifnya,
yang tidak mengerti akan nilai musik, hanya bisnis saja.

Ya, Joel Dorn yang sama. Dia tidak picik dan sok bilang bahwa Jazz
itu satu2nya musik terhebat didunia. Dia mengakui bahwa BJ itu musisi
hebat, namun kapasitas dia sebagai produser Jazz tidak membuat dia
seolah2 melabeli BJ sebagai musisi Jazz, atau Ray Charles (yang juga
diproduseri oleh dia dan oleh Atlantic) sebagai musisi Jazz. Kita
tahu sendiri sekarang RC sebagai musisi Soul dan Blues. Malah karena
tidak diterima idenya dia, yang justru merupakan langkah bodoh oleh
Atlantic, akhirnya BJ ke Sony, dan kita semua tahu sendiri BJ itu
seperti apa sekarang.

Memang kita semua pengen Jazz itu maju, tapi kenapa majunya kok
seperi ini? Kenapa yang dimaju-majuin musik yang “miskin” akan konsep
Jazz, walau dijual sebagai Jazz? Sementara orang2 lain, yang sampai
saat ini masih setengah mampus menjaga tradisi dan nilai Jazz, mesti
banting tulang, lari sana dan sini, mencari label2 indie atau kecil,
yang walau duitnya terbatas, namun impiannya besar, dan mengerti
akan nilai dari Jazz?

Kenapa dunia melabelkan Kenny G. Jazz? Karena industri perlu sesuatu
untuk diberikan kemasyarakat, karena inilah sumber mata pendapatan,
dan yang terjadi adalah. Dan masyarakat secara umum tidak mau belajar
secara mendalam akan semua ini, apalagi mempelajari sebuah seni, yang
katanya membosankan dan tua, dan lebih baik melakukan sesuatu yang
lain, yang lebih banyak menguntungkan. Inilah sikap ketidak
prihatinan kita, ketidak inginan mempelajari sesuatu atau introspeksi
sebelum berbicara. Yang terjadi adalah kearoganan kita semua. Kita
lihat dan ambil saja, tanpa perlu mempelajari.

Dan sekali lagi. Mengatakan bahwa musik seseorang ada unsur Jazz
tidak menjadikan musik itu Jazz. Kalau Anda melihat seperti ini,
mestinya “Ebony Concerto” dari Stravinsky itu Jazz seharusnya? Ingat
bahwa Igor Stravinsky adalah musisi dan komposer dan konduktor klasik
yang gemar dan kagum akan Jazz. Suatu saat beliau menulis sebuah
concerto yang didasari oleh UNSUR-UNSUR musik Jazz, dan malah
dimainkan oleh Woody Herman dan Benny Goodman, dengan beliau sendiri
sebagai konduktornya. Namun ternyata sampai saat ini tidak dibilang
bahwa itu Jazz, dan bahkan Stravinsky sendiri tidak melabeli itu
Jazz. Dan kalau Anda ketoko musik, kenapa itu ada di bagian klasik,
dan bahwa yang versinya Woody Herman dan Benny Goodman (CDnya ada
dan bisa dibeli) malah juga ditaruh dibagian klasik?

Lalu bicara dengan Sting. Saya pernah ketemu Sting pribadi dan kita
sempat bicara, walau tidak lama, komentar beliau atas dirinya sebagai
musisi. Dan juga ada sebuah dokumenter atas Sting, yang juga sudah
saya lihat dan akan saya bagikan kerekan2 apa yang saya lihat.

Sting mengakui bahwa dirinya bukan musisi Jazz dan tidak pernah
merasa dirinya musisi Jazz. Walau dia pernah PRIBADI bilang ke saya
bahwa sebagai pemain Bass dia merasa mempelajari Jazz itu penting
sekali, untuk menambah kemampuan dan pengalaman. Dan dia suka Jazz
dan merasa bahwa kalau Anda mengaku diri musisi dan tidak pernah
mempelajari Jazz sebagai bahan kosa kata bermusik, maka Anda patut
malu. Itu saja yang saya dapatkan dari beliau secara langsung, waktu
bertemu di Philadelphia, dalam sebuah konser. Maklum, saya juga suka
Sting dan kalau bisa minta tanda tangan beliau dan foto, plus bicara
sedikit, kenapa tidak dilakukan? Kesempatannya ada, jadi saya
lakukan.

Dan kecintaan dia akan musik Jazz dan keterbukaan beliau amat saya
hormati dan hargai. Fakta bahwa beliau memainkan musik yang
dipengaruhi dengan Jazz itu nyata dan ada. Fakta bahwa Branford
Marsalis dikontrak oleh dia untuk main bersama dan
telurkan “Englishman in New York” itu nyata dan memang baik. Tapi yah
itu saja.

Saya tidak pernah melihat Sting sebagai pemain Jazz dan juga Sting
sendiri tidak melihat dirinya secara demikian. Apakah dia itu dapat
uang dan ketenaran dengan main Jazz setiap saat? Kok tidak menurut
saya. Dikatakan Sting itu pemain Jazz, dan diterakan beberapa lagu
yang katanya lagu Jazz, apakah itu menjadikan dia pemain Jazz? Saya
rasa tidak. Dikatakan dia pernah buat album dengan beberap musisi
Jazz, iin juga terjadi. Tapi itu bukan albumnya musisi Jazz tapi
Sting, YANG KEBETULAN DIPAKAI OLEH STING MUSISI YANG JUGA MAIN JAZZ
DAN DIKENAL SEBAGAI JAZZER HANDAL. Tapi tidak berarti dia main Jazz
disana. Ingat bahwa musisi perlu duit juga, dan kalau bisa main
dengan musisi seperti Sting dan dapat gig dan uang yang OK, kenapa
tidak?

Saya pernah lihat Sting main dengan Kenny Kirkland, sebuah video
dokumenter yang menunjukkan Sting berlatih di studio dengan KK. Dan
yang saya dengar? Sting main bass secara kikuk, tidak nyambung dengan
apa yang dimainkan oleh KK. Kalau tidak ada KK disana maka tidak akan
tahu bahwa ini sebenarnya upaya dia untuk berlatih Jazz. Kalau
didengar secara sekilas atau Anda orang awam maka terdengar bagus,
namun kalau Anda tahu benar Jazz atau musik secara baik, maka Anda
akan bisa dengar apa yang saya katakan. Terdengar sekali Sting bukan
pemain bass Jazz yang terbiasa dengan improvisasi apalagi konsep
memainkan bass di Jazz. Not-not yang terdengar di “Walking Bass” yang
dimainkan untuk mengiringi KK, “text book” benar dan tidak memiliki
perasaan sama sekali, perasaan yang diperlukan dalam musik Jazz ini.

Dan dikatakan Sting main dengan Gil Evans? Ingat bahwa Sting yang mau
main dengan Gil Evans untuk menambah ilmu dan mendapatkan/menggunakan
suara yang hanya dimiliki oleh Gil evans, melalui aransemennya.
Bukan Gil yang mau Sting main dengan dia. Ingat bahwa konser Sting
dengan Gil Evans di Italia itu konsernya Sting, dan merupakan satu
ide kreatif saja, yang hanya ada saat itu saja. Saya tidak melihat
sampai saat ini Sting masih memainkan musik dengan tema atau dasar
yang sama, jadi itu hanya satu saat eksploratif saja. OK dia kreatif
dan handal, tapi untuk memanggil dia sebagai pemain Jazz? Dia saja
tidak mau dan tidak berani melabeli dirinya pemain Jazz, apalagi kita2
yang bukan dia? Kok bisa2nya memanggil dia pemain Jazz

Jangan “keblinger”. Berhati2-lah. Warna hitam dan putih nyata bisa
dibedakan, namun ada garis diantara 2 warna itu yang amat tipis dan
bisa disalah-artikan. Jangan sampai “keblinger” dengan hal ini.

Saya tidak pernah lihat dan dengar dia berimprovisasi secara total
denagn konsep Jazz diatas panggung atau albumnya. Konsep Jazz dalam
musiknya hanya sekedar suara saja, tapi tidak merupakan struktur yang
nyata. Waktu dia main dengan Gil Evans, saya dengar secara seksama
bahwa itu musik tertulis yang memang khasnya Gil Evans, tapi saya
tidak melihat Gil dan bahkan Sting berimprovisasi disana. Dan ini
sudah menunjukkan bahwa dia bukan pemain Jazz dan tidak memainkan
Jazz. Dan saya senang bahwa dia sadar akan hal ini dan secara nyata
tidak pernah mengakui dia sebagai musisi Jazz. Salut kepada Sting.

Mengenai Wynton. Saya sudah tulis e-mail soal ini dimilis ini, jadi
silahkan baca saja kembali. Namun saya rasa perlu saya ulangi
beberapa hal yang penting untuk diketahui.

Wynton adalah musisi Jazz dan ini saya akui secara pribadi setelah
mendengarkan dan mempelajari musik yang dimainkan oleh beliau. Namun
sikap beliau tidak membuat keadaan menjadi baik, bagi banyak orang
yang mencintai musik ini, dan yang baru mau mulai mencintai musik
ini. Inilah dasar kritikan saya. Saya tidak mempertanyakan diri dia
pribadi, tapi sikap dan cara dia memperlakukan Jazz dan musik2 lain.
Seolah2 dia yang terbenar dan yang lain salah. Bukan apa2, yang
terjadi adalah “Penyunatan” sejarah dan seni, dan ini petaka yang
walau mungkin tidak nampak dijangka pendek, namun dijangka panjang
bisa terlihat akan ada dampaknya.

Sampai saat ini saya masih mempertanyakan kualitas beliau secara
musik. Tingkah dan lagak bagaikan seseorang yang luar biasa hebatnya
namun karyanya apa? Sampai saat ini, selain “Blood on the Fields”,
tidak ada karya dari WM yang menambah kosa kata dunia Jazz. Yang ada
beliau memainkan musik orang lain, seperti Duke Ellington, Louis
Armstrong, dan juga Monk dan Mingus, dan dengan itu sudah merasa
dirinya terhebat didunia Jazz. Bagaimana dengan musik dia sendiri?
Apakah beliau sudah menciptakan “style” sendiri? Sampai detik ini
beliau hebat dalam memainkan musik atau menjadi orang lain, tapi
sebagai dirinya sendiri? Esensi terdasar Jazz yang entah kemana
larinya oleh WM ini. Sekali lagi, saya mengakui WM sebagai musisi
Jazz yang baik, ketika beliau memainkan karya2 orang lain, namun mana
karya dia sendiri?

Bahkan “Blood on the Fields” saja, yang walau saya masih rasa sebagai
karya yang bagus, namun belum sampai tingkatannya ke musik2
Ellington atau Mingus, sementara WM dan kubunya sendiri
sudah “PROPAGANDA” dan “MENGATAKAN” bahwa ini karya yang tingkatannya
sama dan bahkan lebih dari komposer2 yang sudah saya sebutkan
sebelumnya. Bukankah ini kesombongan tanpa dasar yang kuat?

Kalau diakui oleh masyarakat luas dan sejarah sebagai karya yang
digdaya, seperti “Black, Brown and Beige” Ellington atau “Epitaph”
dari Mingus, maka ini baik dan wajar sekali. Namun yang terjadi
masyarakat dan sejarah belum bilang apa2, mereka sendiri sudah
mengakui ini hebat dan terhebat. Ini keluar dari mulut mereka
sendiri, dan ini semua ter-dokumentasikan. Kalau bukan keponggahan,
ini jadinya apa?

Kritikan saya terhadap WM adalah jelas. Mbok ya mengaca dulu sebelum
menyakiti orang lain, yang sayangnya sudah terjadi. Sudah berapa
banyak yang disakiti oleh tindakan dan gerakan beliau? Berapa banyak
musisi Jazz yang sekarang malah tambah susah untuk bekerja? Saya
hidup di NY selama beberapa tahun jadi saya lihat dengan mata kepala
sendiri bagaimana semua ini. Ini pengalaman yang saya alami sendiri,
jadi ada dasarnya.

Sekian dulu surat saya. Kesan, kritikan, saran dan pesan dari rekan2
amat diharapkan.

Kesalahan dalam berbahasa harap dimaafkan.

Salam hangat,

Alfred D. Ticoalu
Chicago, IL
8 Oktober 2001

Tulisan ini pernah diterbitkan di mailing list IndoJazz.

 

4 thoughts on “Pelajari Sejarah Musik Ini

  1. tradisi jazz yang umumnya saya ketahui adalah rasa rendah hati dan jujur dalam mengukur diri yang tertanam disetiap penikmat, penggemar, pemain musik jazz , bagi penikmat jazz, mungkin tingkat kekeliruan pemahaman masih sangat bisa ditolerir, untuk penggemar, tingkat kekeliruan pemahaman masih dimaklumi dengan catatan terus meng update cita rasanya di musik jazz, sedangkan pemain musik jazz , tingkat pemahaman harus lebih baik dari kategori sebelumnya. di daerah umumnya kita tidak bisa langsung mendikte dengan pemahaman yang langsung ketitik baku. ini adalah persoalan cita rasa yang biasanya terseleksi seiring waktu. saya selalu memberikan pemahaman kepada komunitas Jazz saya (MJR) Samarinda bahwa “tingkat selera jazz kita akan naik jenjang manakala selera jazz kita mundur kebelakang.

  2. Jazz adalah musik seni, bukan musik populer. Pada kenyataan, kebanyakan musisi tidak ingin menciptakan seni yang benaran, apalagi pendengar yang hanya mau sesuatu yang sederhana supaya tidak pernah mengalami keheningan sesaat naik mobil atau makan malam. Anak-anak di sekolah jazz di Indonesia ingin menjadi profesional, jadi mereka akan main apa yang dituntut oleh rakyat pendengar. Mereka mencari nafkah di cafe-cafe. Di Amerika pun, tempat kelahiran jazz, hanya orang yang main jazz yang benar-benar tertarik dengannya, sebagai seni. Orang lain bisa menikmati jazz pada konteks tertentu, misalnya sambil makan brunch di hotel. Jazz seperti itu tidak mungkin menantang praanggapan mereka. Ada pertentangan antara jazz sebagai seni dan kebutuhan musisi profesional serta selera pendengarnya. Siapa yang ingin menciptakan jazz ‘murni’ tidak usah berharap bahwa musik itu berpotensi secara komersial, setidaknya di Indonesia.

  3. Pak Alfred.

    Pat Metheny agrees with you here.
    And Richard Thompson sings I Agree With Pat Metheny. He also doesn’t like Michael Bolton who, coincidentally, is in Jakarta tomorrow as I write this (1st June).

    To add to the low common denominator in music appreciation prevalent worldwide, Richard Clayderman will be playing his brand of hotel foyer music this coming Friday.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Translate »